Kamis, 21 September 2017

Kerajaan Batu Patah


Setelah meninggalnya Raja Sri Maharaja Diraja, posisi raja di gantikan oleh adiknya Suri Dirajo bersamaan dengan kepergian Tumangguang dan Perpatih ke Kandis dan bergabung di Kerajaan Koto Alang.

Anak dari Suri Dirajo yang bernama Sutan Nun Alam hendak menyusulnya namun perahunya kandas di sebuah pulau yang baru terlihat, lama ia berdiam di sana dan memutuskan bertapa disana. lambat laun pulau ini makin luas terlihat, maka mulailah ia mendirikan pondokan dan akhirnya ramai orang datang dan menetap di sana. Selanjutnya kembali ke Pariangan mengabarkan jika dirinya tidak jadi menyusul saudara mereka, lantas minta ijin untuk menetap di Batu Patah tempat yang ia temukan.

Lambat laun setelah air laut mulai menyusut ramailah orang berduyun duyun tinggal disana. Karena kearifan budi dan tinggi ilmu agamanya. kemudian ia mendirikan Kerajaan Batu Patah

Menurut catatan sejarah tertulis bahwa Kerajaan Bukit Batu Patah adalah kerajaan yang sudah ada di Minangkabau sebelum berdirinya Kerajaan Pagaruyung dan merupakan kelanjutan dari Kerajaan Pasumayan Koto Batu yang terletak di Kabupaten Tanahdatar sekarang. Kerajaan Bukit Batu Patah didirikan oleh Sutan Nun Alam yang masih memiliki hubungan keluarga dengan Yang Dipertuan Kerajaan Bungo Satangkai, Datuk Bandaro Putiah.

Pada masa kerajaan Bukit Batu Patah dibentuklah Rajo Nan Duo Selo dan Basa Ampek Balai. Rajo Nan Duo Selo tersebut adalah Rajo Alam yang berkedudukan di Bukit Batu Patah dan Rajo Adat yang berkedudukan di Bungo Satangkai. Sedangkan Basa Ampek Balai adalah Bandaro yang berkedudukan di Sungaitarab, Makhudum di Sumanik, Indomo di Sarauso, dan Tuan Gadang di Batipuh.

Kedudukan Sutan Nun Alam sebagai raja kemudian digantikan oleh Run Pitualo. Selanjutnya diganti lagi oleh Maharajo Indo. Semasa pemerintahannya pusat kerajaan Bukit Batu Patah dipindahkannya ke kaki Bukit Batu Patah atau di sekitar Nagari Pagaruyung sekarang. Pada masa pemerintahannya pula, agama Islam sudah masuk ke wilayah Minangkabau bagian Timur.

Maharajo Indo kemudian digantikan oleh Yang Dipertuan Sati. Semasa pemerintahannya Rajo Nan Duo Selo dilengkapi dengan Rajo Ibadat menjadi Rajo Tigo Selo.

Dalam tambo minang, pada masa pemerintahan Nun Alam / Dang Tuangku ia hijrah ke arah Indera Pura untuk bertenang setelah berhasil mengawini Puti Bungsu, dan pemerintahan ia serahkan kepada adiknya dari hasil pernikahan ayahnya dengan dayang istana yang bergelar Cindua Mato/ Run Pitoalo.

Sri Raja Run Pitoalo cukup lama memerintah sehingga anak dari Dang Tuangku merasa sudah cukup memerintah, selanjutnya ia serahkan tampuk pemerintahan kepada kemenakannya yang bergelar Maharajo Indo. Demikian seterusnya, hingga tanah kekuasaan Maharajo Indo kian berkembang dimassnya. ( Muhamad Subari)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Populer